• LinkedIn
  • Join Us on Google Plus!
  • Subcribe to Our RSS Feed

Kamis, 24 Januari 2013

Tradisi Sekaten Kraton Yogyakarta

20.55 // by dalijo // , // 5 comments


Sekaten, Kraton Yogyakarta
Prajurit keluar dari Pratjimosono, tempat persiapan prajurit
Sekitar 1500 tahun yang lalu tepatnya 20 April 570 atau dalam kalender Arab pada 12 Rabiulawal tahun Gajah, seorang Nabi besar pembawa Agama Islam dilahirkan, beliau adalah Muhammad SAW. Sampai sekarang hari kelahirannya masih diperingati oleh umatnya, tak terkecuali oleh Keraton Yogyakarta dengan rangkaian acara yang disebut Sekaten.

Sekaten sejatinya berasal dari kalimat Syahadatain, oleh lidah orang Jawa pelafalannya dipermudah menjadi sekaten. Konon Sekaten berawal saat zaman Kerajaan Demak, saat raja pertamanya yaitu Raden Patah menyiarkan agama Islam. Saat itu masyarakat Jawa mayoritas masih menganut agama Hindu dan sebagian lagi beragama Budha, dan hampir semuanya menyenangi kesenian gamelan. Hal ini digunakan oleh Raden Patah untuk menarik simpati masyarakat, dia berdakwah dibantu oleh para wali dengan menggunakan iringan gamelan. Akhirnya masyarakat yang datang diajak memeluk agama Islam dengan membaca 2 kalimah syahadat atau yang disebut Syahadatain.

Sekaten, Kraton Yogyakarta
Prajurit yang bertugas meniup seruling
Sampai saat ini, gamelan masih menjadi maskot Sekaten. Pada tanggal 5 Rabiulawal gamelan dikeluarkan. Ada dua set gamelan yang diikutkan tradisi ini yaitu Kyai Gunturmadu dan Kyai Nogowilogo. Keduanya lalu ditempatkan di Masjid Agung Keraton Yogyakarta. Tiap malamnya gamelan tersebut dimainkan bersamaan sekaligus menjadi ajang dakwah Agama Islam sampai malam terakhir sebelum puncak acara atau tepatnya dimainkan selama seminggu. Diakhir penampilan gamelan ini biasanya Sultan atau yang mewakili juga hadir di Masjid sekaligus menyebar ‘udik-udik’ atau uang koin. Konon udik-udik ini merupakan sedekah Sultan untuk rakyatnya.
Sekaten, Kraton Yogyakarta
Para pengusung gunungan
Sekaten, Kraton Yogyakarta
Prajurit berbaris
Dalam perkembangannya Sekaten menjadi ajang hiburan masyarakat. Pasar malam yang meriah mengikuti peringatan sakral ini, namanya pun seacara resmi mengiringi Sekaten yaitu Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS). Bahkan jauh sebelum puncak acara, pasar malam sudah dimulai, mungkin sekitar satu bulan sebelumnya. Berbagai permainan tersedia, ada bianglala (ferris wheel), carousel(kuda-kudaan), boom-boom car, dan banyak lagi permainan lainnya. Tidak ketinggalan tenda-tenda yang menjual barang rumah tangga, pakaian, makanan maupun mainan anak-anak. Selama sebulan itu pula Alun-alun Utara yang menjadi arena dijejali masyarakat yang ingin melihat hiburan tersebut. Hiburan rakyat yang ditunggu-tunggu dan menjadi agenda wisata tahunan.

Puncak acara dari keseluruhan acara ini adalah Garebeg atau Grebeg. Sesuai dengan hari lahir Nabi Muhammad SAW yaitu 12 Rabiulawal itulah puncak sekaligus akhir acara. Garebeg ini disebut Garebeg Mulud, karena dalam kalender Jawa, Rabiulawal disebut dengan Mulud (Maulud/Maulid atau hari lahir). Sebenarnya ada 3 Garebeg yang diadakan Kraton dalam setahun, selain Garebeg Mulud ada Garebeg Syawal saat Hari Raya Idul Fitri dan Garebeg Besar saat Hari Raya Idul Adha.

Tiap diadakan Garebeg, Keraton membuat beberapa gunungan yang berisi beras ketan, makanan, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dari ketiga garebeg tersebut gunungan yang disediakan berbeda-beda jumlahnya. Gunungan tersebut ditandu oleh para abdi dalem dan dikawal sepuluh macam (bregodo/kompi) prajurit Kraton yaitu Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso, dan Bugis. Mereka berbaris layaknya defile dengan diiringi suara alat musik tradisonal yang khas. Beberapa tahun terakhir ini gajah Keraton juga ditampilkan. Sekitar jam 9 pagi acara dimulai diawali dari Kemandungan yang berada di dalam Kraton selanjutnya gunungan dibawa melewati Sitihinggil dan Pagelaran lalu dibawa ke Masjid Agung untuk didoakan. Setelah didoakan, satu set gunungan biasanya langsung diperebutkan di depan Masjid. Sedangkan gunungan yang lain dibawa ke Pura Pakualaman. Beberapa tahun terakhir ini ada tambahan gunungan yang dibawa ke Kepatihan yang merupakan kantor Gubernur Yogyakarta dengan maksud untuk lebih mendekatkan pada rakyat banyak.
Sekaten, Kraton Yogyakarta
Bregodo Wirobrojo bersiap menuju Sitihinggil
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya Garebeg tahun ini juga berlangsung begitu meriah. Masyarakat berjubel untuk melihat event tahunan ini. Di sepanjang jalur yang dilewati iringan gunungan semua berebut untuk berada paling depan, tak hanya fotografer semua penonton ingin menjadi saksi paling depan.

Gunungan merupakan sedekah Sultan beserta seluruh lapisan Kraton kepada masyarakat sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Pada awalnya pihak Kraton memang bermaksud memberikan apa yang masyarakat butuhkan yaitu bahan makanan, akan tetapi lambat laun masyarakat memanfaatkan isi gunungan itu dengan kepercayaan bahwa barang-barang itu akan memberi keberuntungan dalam hidup. Selanjutnya ada yang menanamnya agar hasil pertanian meningkat, ada juga yang menyimpannya agar hidupnya tenang. Masyarakat Jawa masih kental mempercayai hal tersebut.
Sekaten, Kraton Yogyakarta
Gunungan yang akan dibawa ke Kepatihan saat melewati titik nol kilometer
Sekaten, Kraton Yogyakarta
Gajah yang ikut iring-iringan
Sekaten, Kraton Yogyakarta
Gunungan yang menuju ke Pura Pakualaman
Meski tergerus oleh pergerakan waktu, namun Sekaten tetaplah eksis dan selalu ditunggu-tunggu. Acara ini semoga tetaplah lestari mengingat maksud baik yang mendasarinya yaitu peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat seluruh alam, semoga hal ini juga membuat kita bisa meneladani apa yang telah Nabi contohkan dalam hidupnya. Amin.

Beberapa informasi bersumber dari wikipedia
*click foto untuk memperbesar ukuran

5 komentar:

  1. tradisi ini harus terus di lestarikan, beberapa kali niat mau datang ke jogja pas acara ini tapi blm perna kesampean sampe sekarang #hadehhhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. disempatin mas..ada tiga grebeg dalam setahun lho tapi emang grebeg sekaten yang paling meriah karena ada banyak prosesi yang mengiringi dan ditambah pasar malem,hehe

      Hapus
  2. Fotonya keren...dan ceritanya juga keren...
    Munkin suatu hari nanti saya kudu nonton Gunungan di Yogya... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mas :)
      iya mas lihat yg d Jogja, jgn yg d Solo aja (padahal saya jg blm pernah liat yg d Solo) hehe

      Hapus
  3. jadi pengen kesana... soalnya dapat tiket gratis dari airpaz.com neh...

    BalasHapus