• LinkedIn
  • Join Us on Google Plus!
  • Subcribe to Our RSS Feed

Minggu, 27 Mei 2012

Rinjani : Imagi yang tak lagi Sebuah Mimpi (bag 5)

22.56 // by dalijo // , // 2 comments

Rinjani, Lombok
Danau Segara Anak, Rinjani

I see trees of green, red roses too
I see them bloom, for me and you. 
And I think to myself,what a wonderful world...

I see skies of blue, And clouds of white. 
The bright blessed day, The dark sacred night. 
And I think to myself, 
What a wonderful world...
(Louis Armstrong - Wonderful World)
16 Mei 2012

Pernahkah kalian harus berpisah dengan sesuatu ketika kalian mulai merasakan suka bahkan cinta? Memang cinta tak bisa ditebak datangnya, ada yang merasa ketika sudah ditinggalkan, ada juga yang merasa saat masih bersama. Saya merasakan jatuh cinta saat masih bersama akan tetapi harus segera berpisah dengannya dan entah kapan lagi kami akan saling melepas rindu. Saya jatuh cinta dengan Segara Anak, saya jatuh cinta dengan Rinjani. Dan saat cinta itu datang menggebu, saat itu pula saya harus meninggalkannya.

Selain karna rasa suka dengan Segara Anak, saya juga suka dengan suasana pagi. Saat sinar matahari menerobos ranting dan dedaunan lalu merontokkan embun. Sinar yang menyegarkan, sinar yang memberi semangat. Jadi pagi itu rasa suka saya dobel. Walaupun sejujurnya saya sering mengkhianati cinta yang satu ini, karena sering kali tidak bangun pagi :p.


Pagi-pagi sekali kami sudah bangun untuk mempersiapkan segalanya untuk turun gunung. Kali ini kami turun lewat Senaru, jalur selain Sembalun. Sebenarnya selain dua jalur ini masih ada satu jalur lagi, yaitu Torean, cuma sangat jarang dilewati. Sejak sehabis bangun tidur kami memasak untuk sarapan dan makan siang. Jadi makanan untuk makan siang kami dimasak sekalian dipagi hari untuk menghemat waktu perjalanan nantinya. Memang sih nanti makanannya dingin, tapi tak masalah.

Segara Anak, Rinjani, Lombok
Danau Segara Anak
Sekitar jam 8, setelah selesai packing semua barang, kami siap berangkat menuju Senaru. Dimulai dengan doa dan foto-foto tentu saja. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Senaru masih simpang siur, ada yang bilang lama dan berat (versi pendaki) ada juga yang bilang relatif cepat (versi porter). Versi porter lebih susah untuk dipercaya, karena mereka sangatlah cepat dan petunjuk waktu yang mereka kemukakan tidaklah akurat, karena tidak satupun dari mereka yang membawa jam :p. Berat atau ringan, lama atau sebentar, kita tetap akan menghadapinya, piye meneh.
Rinjani, Lombok
melingkar grakk (photo courtesy of Risang Pradipta)
Saat mulai jalan, secara kebetulan pemandangan danau begitu menakjubkan. Langit berwarna biru sebiru-birunya dengan gumpalan awan yang berbentuk seperti domba yang banyak, mungkin sedang digembalakan. Dan lagi air di danau memantulkan pemandangan langit itu, hasilnya seperti ada dua dunia, seperti tak bisa dibedakan, cermin alami. Pemandangan seperti itu membuat kaki semakin berat untuk meninggalkan danau saat itu juga. Arggghhh...
Segara Anak, Rinjani, Lombok

Tujuan kami kali ini adalah turun gunung, tetapi karena posisi start dari danau yang terletak di kaldera, alhasil kami harus menaiki punggungan terlebih dahulu, dan punggungan itu tinggi banget :(. Apalagi kami sudah tidak pakai porter. Awal perjalanan, kami melewati pinggiran danau, lalu mulai mendaki terus dengan jalan yang begitu terjal. Sempat beberapa kali bertemu dengan rombongan pendaki dari luar negeri. Sepertinya pendaki asing lebih suka naik lewat Senaru.

Segara Anak, Rinjani, Lombok
Oh ya, beberapa pendaki yang sempat ngobrol kemaren memilih turun lewat Sembalun lagi karena kabarnya jalur Senaru ada longsor, saya sempat was-was awalnya, sampai akhirnya bertemu dengan bekas longsoran tersebut. Pak Djoko yang awalnya berada jauh di depan sampai menunggui kami semua dan memastikan semua anggota bisa melaluinya dengan selamat. Longsoran tebing ini memang menutupi jalan, tetapi masih bisa dilewati, tetapi tetap saja harus hati-hati karena jika terpeleset bisa masuk jurang. Di perjalanan ini kami membelakangi danau, sehingga tiap kali istirahat kami seperti mendapat pencerahan karena yang dilihat adalah pemandangan danau yang luar biasa dengan sudut pandang yang berbeda dari kemaren.

Rinjani, Lombok
Hasan dengan CocaColanya
Tepat tengah hari Pak Djoko sudah melewati punggungan yang juga bernama Plawangan (Senaru) ketika berteriak “oiyyy ada warung disini, mau pesen apa?Coca-cola atau Sprite?”. Ahh pak Djoko bercanda pikirku, biar kami semangat mendaki. Mana mungkin ada warung disitu, menurutku yang paling mungkin adalah ada cafe disana,haha ngaco :p. Pak Djoko masih terus berteriak hal yang sama, sampai akhirnya satu persatu dari kami sampai di Plawangan Senaru dan akhirnya melihat warung tersebut. Dengan penuh keyakinan, sebagian besar dari kami memilih memesan Cocacola. Rasanya josssss,,, Memang harganya jauh lebih mahal dari harga biasanya, akan tetapi hal itu sangatlah lumrah melihat beratnya membawa barang-barang itu sampai tempat ini.

Trek selanjutnya adalah turunan yang curam dan tanahnya yang berdebu. Panas yang begitu menyengat membuat peluh terus bercucuran. Tanah yang agak berpasir memaksa beberapa kali diantara kami terpeleset. Ternyata turun juga tidak mudah. Memang tak berapa lama kami sampai ke pos cemara lima tapi juga tidak terlalu lama kami beristirahat karena takut kemalaman sampai di bawah.

Trek dari cemara lima ke pos 3 tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, kering, licin dan panas. Sedikitnya pepohonan membuat sinar matahari sangat telak menampar tubuh. Untuk menghindari kegosongan kulit sebaiknya anda gunakan Ni*ea, *malah iklan*,hehe. Sekitar jam 3 kami sampai ke pos 3. Pos ini cukup rame dengan para pendaki yang akan naik, kebanyakan mereka adalah bule. Kata porter didekat sini ada sumber air. Saya dan Pak Djoko merasa terpanggil untuk mengambil air, mengingat persediaan air semakin menipis. Tapi ternyata air sungai tidak mengalir. Memang ada air yang menggenang di batu-batu, tetapi kotor dan bahkan sudah ada jentik-jentik nyamuknya. Saya dan Pak Djoko memutuskan untuk tidak mengambilnya dan memilih untuk menghemat dalam mengkonsumsi air, dengan harapan cerita tentang adanya sumber air si pos berikutnya benar adanya.

Trek selanjutnya menuju pos 2. Kami mulai memasuki wilayah hujan tropis dengan pohon yang rimbun sehingga sinar matahari hanya sedikit saja menerobos ke permukaan tanah. Pohon-pohon diberi papan nama spesiesnya, salut deh sama mereka yang meluangkan waktunya untuk itu, walaupun sebenarnya nama-nama pohonnya sangat asing ditelinga saya, bahkan nama lokalnya pun tak pernah mendengarnya.

Sore itu kabut merasuk menyergap pepohonan, suasana menjadi lebih gelap walaupun dilihat dari jam sebenarnya masih sore. Jika ketika naik lelah lebih ke arah napas yang seperti kehabisan, sekarang ini kaki dan pundak benar-benar terasa lelah, dan saya kepayahan. Asam laktat sudah terlalu banyak tertimbun mungkin. Hari semakin gelap ketika sampai di pos 2. Pak Djoko, Bastian dan mas Risang mengambil air karena air kami memang sudah habis. Di tanda petunjuk  terdapat info bahwa pos 1 berjarak 1,1 km lagi lalu gerbang pendakian 1 km dari pos 1. Sebenarnya kami mulai mempertanyakan kevalidan jarak itu. Karena kami merasa sudah jauh sekali berjalan akan tetapi kami baru menempuh setengah kilometer. Setengah kilometer itu 500 m yang berarti 5 kali panjang lapangan bola. Entah karena kami sangat lelah atau nutrisi ke otak semakin menipis sehingga pikiran kami tak bisa terlalu banyak bekerja, yang ada kami malah mengutuki papan petunjuk itu.

Jam 7 malam kami baru sampai di pos 1. Ini adalah pengalaman pertama saya menuruni gunung pada saat gelap. Menurut petunjuk, gerbang pendakian masih 1 km lagi. Kami bergerak dengan asa bahwa sediki lagi rasa lelah ini akan mendapatkan obatnya, yaitu istirahat dan tidur. Dan hati kami mulai bersorak ketika sekitar jam 8 gerbang itu perlahan mulai terlihat. Memang benar itu adalah gerbang pendakian Senaru. Tapi yang paling menyebalkan adalah itu bukanlah akhir perjalanan. Di dekat gerbang ada satu rumah yang kebetulan menjual minuman dan makanan ringan, tapi itu bukanlah pos pendakian. Pos pendakian masih 1,5 km lagi kebawah. Whaattttt??1 km saja rasanya kaki ini mau copot, apalagi 1,5 km menurut papan petunjuk yang menurut otak kami sangatlah dipertanyakan keakuratannya. Dengan langkah gontai, kami paksa kaki ini untuk terus melangkah dan melangkah.

Sebenarnya papan petunjuk yang memberi info bahwa 1 km dari pos 1 adalah gerbang pendakian tidak bisa disalahkan, akan tetapi seharusnya juga dicantumkan bahwa pos pendakian bukanlah di gerbang, sehingga hati kami yang membuncah mengira gerbang pendakian adalah akhir dari perjalanan ini tidak merasa dibohongi. Ahh emang dasarnya kami kelelahan, sehingga kami tidak bisa berpikir dengan jernih.

Sekitar jam 9 lebih kami baru sampai di peradaban. Dan kami menyewa 2 kamar untuk beristirahat malam itu. Sungguh perjalanan yang sangat berkesan, sekaligus melelahkan. Dari keseluruhan perjalanan ini walaupun diakhir sempat merasa kesal, tapi tak bisa mengalahkan kekeguman pada ciptaan Tuhan yang satu ini. Rinjani bagi saya adalah gunung yang sangat indah, terindah yang pernah saya temui.

Rinjani, kita saling terasing ketika belum berjumpa, namun kini meskipun kita berpisah, kau bukanlah asing bagiku. Rinjani, aku tak tau arti sebenarnya namamu itu, tapi bagiku kau berarti cantik, sangat cantik. Sampai jumpa lagi suatu saat nanti dan kuharap kau tetaplah secantik ini. See u....

2 komentar: